Djumongkas Hutagaol: Waspada Drama Penuh Dempulan Demi Citra Pilpres 2024

Tokoh masyarakat yang juga politisi senior di Sumatera Utara, Djumongkas Hutagaol, mengajak masyarakat untuk semakin membuka hati nurani dalam memilih pemimpin nasional

topmetro.news – Tokoh masyarakat yang juga politisi senior di Sumatera Utara, Djumongkas Hutagaol, mengajak masyarakat untuk semakin membuka hati nurani dalam memilih pemimpin nasional. Ia mengingatkan, bahwa terlalu mahal harganya, kalau salah memilih pimpinan, hanya karena terlena oleh sebuah drama.

“Waspadalah dengan drama penuh ‘make up’ penuh dempulan demi menutup segala borok. Simak dengan cermat apa yang ada di balik ‘make up’ dan dempulan itu. Telusuri rekam jejaknya dan mari kita ingat bersama-sama apa yang terjadi sebelum ini. Termasuk bagaimana hubungan kelompok tertentu dengan kaum intoleran,” kata Djumongkas Hutagaol kepada media, Minggu (27/8/2023).

Djumongkas lantas mengingatkan apa yang terjadi pada Pilpres 2014. Seperti apa tindakan kaum intoleran dan ada di pihak mana. “Siapa yang memunculkan mereka? Siapa yang memelihara mereka? Dan di pihak mana mereka? Siapa yang mereka serang? Saya kira itu sudah menjadi rahasia umum,” katanya.

Pilgub DKI

Demikian juga saat Pilkada DKI 2017, di mana saat itu ada tiga pasang calon. Pertama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat dengan dukungan empat partai yaitu, Golkar, Hanura, dan NasDem. Lalu AHY dan Sylviana Murni oleh Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Kemudian Anies Baswedan dan Sandiaga Uno oleh Partai Gerindra dan PKS.

Dan dalam pandangan Djumongkas, walau tidak langsung, namun serangan kepada Jokowi sangat terasa. “Dan sebagaimana kita ketahui, bahwa Pilkada DKI berlangsung dengan munculnya serangan-serangan SARA oleh kaum inteloran. Khususnya menyerang Pasangan Ahok – Djarot yang merupakan representasi Pak Jokowi,” ulasnya.

“Saya kira kita sudah tahu, di pihak mana maum inteloran yang sampai memunculkan istilah ‘jual ayat dan jual mayat’ itu. Semua juga paham, mereka menyerang Pak Jokowi. Dan sangat jelas kita juga tahu, partai apa saja ada di sana,” ungkap Djumongkas.

Lalu terakhir Pilpres 2019, yang menurut Djumongkas, juga penuh dengan serangan bernuansa SARA kepada Pasangan Jokowi – Amin Ma’ruf. “Sangat terasa politik identitas. Ada doa-doa politik bahkan sampai mengancam Tuhan kalau tidak menang. Menganggap hanya mereka yang beragama dan yang lain kafir. Semua itu ada di pihak mana…? Semua kita tahu mereka siapa, dan mendukung siapa,” sebut politisi senior PDI Perjuangan ini.

Lalu jadi pertanyaan sekaligus keanehan, lanjut Djumongkas, kenapa menjelang Pilpres 2024, ada yang seolah-olah menjadi pengagum Jokowi? “Kenapa tiba-tiba memuji-muji? Drama apa lagi ini?” tanya dia.

“Apa karena tahu bahwa Jokowi saat ini adalah sentral politik di Indonesia dengan tingkat kepuasan masyarakat antara 75 hingga 80 persen? Yang artinya pendukung Jokowi nyaris mencapai 80 persen. Apa itu alasan sehingga sibuk memuji Jokowi dan keluarga Jokowi, yang dulu setiap ada pemilihan selalu menjadi bahan caci-maki dan serangan SARA dari mereka juga? Ada apa…?” sebut Jumongkas lagi.

Djumongkas juga bertanya, di mana saat ini kaum intoleran yang setiap ajang pemilihan skala nasional selalu muncul? “Siapa yang menyembunyikan mereka? Apa tujuannya? Kapan akan dimunculkan lagi? Lalu seperti apa nanti gerakan mereka kalau kelompok yang menggunakan jasa mereka, menjadi pemimpin di negara ini…? Akan sangat berbahaya,” tandas Djumongkas.

Cinta NKRI

Oleh karena itu, sekali lagi Djumongkas mengingatkan semua warga negara yang cinta NKRI agar jangan sampai salah memilih pemimpin nasional. “Sebagai pendukung Jokowi, marilah kita benar-benar cermat menilai, siapa sebenarnya representasi dari Jokowi. Apa mungkin Jokowi sepakat dengan figur yang tidak sejalan dengannya?” ujar Djumongkas.

Ia lantas mengutarakan sebuah ungkapan Jokowi soal pemimpin dan keluarga. “Saya ingat, komedian Cak Lontong mewawancarai Pak Jokwowi dalam sebuah acara di TV. Ada pertanyaan kepada Pak Jokow, soal resep dua kali walikota, satu kali gubernur, dan dua periode Presiden. Lalu Pak Jokowi jawab, harus mulai bisa membina keluarga, baru bisa membina masyarakat. Itu jawaban Jokowi,” katanya.

Artinya, menurut Djumongkas, itu sudah sangat jelas, figur seperti apa yang Jokowi harapkan menjadi penerusnya. “Kita kan bisa lihat langsung. Ada yang setiap lima tahun seakan mau rujuk. Tapi tak jelas kemudian setelah kalah Pilpres. Lalu sekarang seolah mau rujuk lagi. Pake dijadikan caleg lagi di partainya. Drama lagi. Jadi saya kira, tidak sulit mengartikan ke mana tujuan kata-kata Pak Jokowi ini,” tutupnya.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment